Selasa, 14 Juli 2009

Semoga Alkitab (Jangan) Salah

This entry was published at http://chiawono.blog.friendster.com/ on December 29, 2007 with the title Semoga Alkitab (Jangan) Salah.

Ketika kita berbicara mengenai keabsahan Alkitab seperti sering kali kita lakukan, maka ada baiknya terlebih dahulu kita mengakui dengan jujur satu hal: Kita lebih senang kalau ternyata Alkitab itu salah. Kaget? Tidak mau mengakui? Perlu bukti? Boleh.

Pertama, kita lebih senang jikalau Alkitab itu ternyata tidak sinkron. Kita senang memperdebatkan mengapa Paulus mengatakan keselamatan hanya karena iman sedangkan Yakobus mati-matian mengatakan iman tanpa perbuatan adalah mati. Dan bukan hanya kita, Martin Luther sendiri ternyata pernah mempertanyakan hal yang sama. Kita penasaran mengapa penulis Injil tidak sepaham tentang apakah Yesus masuk atau keluar dari sebuah kota. Kita merasa sangat seru karena ternyata dalam dua kitab yang berbeda terdapat ketidaksepahaman tentang apakah Daud menghitung laskar Israel atas suruhan Tuhan atau Iblis. Kita merasa Alkitab ternyata lebih seru jikalau tidak sinkron.

Perlu bukti yang lain? Ternyata kita juga lebih senang jikalau Alkitab ternyata bukanlah seperti yang kita kenal saat ini: gabungan dari kitab sejarah, puisi, surat, dan entah materi membosankan apa lagi yang memusingkan mata kita ketika kita membukanya. Kita lebih senang jika Alkitab ternyata adalah sebuah game / puzzle / misteri. Tidak ada seorang pun yang tidak buta huruf yang tidak mengenal buku The Bible Code. Buku bestseller di pergantian milenium yang menyita perhatian seluruh dunia. Ternyata Alkitab dalam bahasa aslinya adalah sebuah kumpulan sandi yang berisi nubuatan tentang sejarah dunia. Terbukti dengan berhasil dibongkarnya kode penbunuhan PM Israel dan sederet peristiwa besar dalam sejarah lainnya. Dan bayangkan! Itu semua ditulis ribuan tahun yang lalu. Menakjubkan. Masih ada lagi! Ternyata akhir zaman juga dapat diramalkan asalkan kita dapat membongkar kode dalam Alkitab tersebut. Sangat menegangkan bukan? Rasanya ingin segera membeli Alkitab versi bahasa asli tersebut dan mulai membacanya.

Mungkin sebagian dari kita belum cukup kritis atau dewasa ketika The Bible Code mengguncang dunia dan kita melewatkan kesenangan tersebut. Jangan khawatir. Asalkan kita mau percaya bahwa Alkitab ternyata adalah suatu hasil rekayasa, kita juga bisa bergabung dalam kelompok di atas. The DaVinci Code menawarkan teori konspirasi Alkitab. Ternyata Alkitab adalah hasil rekayasa dari Gereja Roma Katolik semata. Apa yang sesungguhnya terjadi tercatat dalam bahan-bahan lain yang disembunyikan hingga sekarang. Dijaga oleh ksatria-ksatria dan ilmuwan-ilmuwan pengikut Jalan Kristus. Betapa senang kita dengan teori ini sehingga sebagian besar dari kita sudah habis membaca bukunya dan menonton filmnya dan mengikuti diskusinya di berbagai media sampai-sampai kita lupa bahwa ternyata kita belum habis membaca Alkitab kita. Ah, tidak masalah. Toh ada kemungkinan buku itu cuma hasil rekayasa kok.

Sebelum terlupakan, kita juga lebih senang kalau Alkitab ternyata tidak lengkap. Itu sebabnya kita merasa ‘iri’ kepada teman kita yang Katolik karena Alkitab miliknya lebih tebal. Kita penasaran dan ingin mengintip apa isi buklet yang ada di tengah itu. Teman-teman kita yang lain (yang sering kita kenal dengan sebutan bidat) dengan mudah menambahkan kitab-kitab lain sebagai pendamping Alkitab. Dan sebaliknya, terkadang kita juga lebih senang kalau Alkitab dapat kita korting. Cukuplah kita dengan perjanjian baru saja. Toh perjanjian lama sudah kadaluwarsa. Buat apa lagi kita pelajari? Paling banyak kita sisakan saja Kitab Mazmur dan Amsal. Sisanya tidak perlu lagi.

Kita lebih senang kalau ternyata Alkitab itu salah. Itulah sebabnya Injil Yudas Iskariot, Injil Barnabas, Injil Maria, Injil Tomas, dan mungkin juga (kalau ada) Injil Agus menjadi bestseller begitu mereka diterbitkan dan diterjemahkan. Alkitab boleh jadi buku terlaris sepanjang masa. Tapi yang pasti bukan pada masa ini. Karena itu, mari kita akui saja: Kita lebih senang kalau ternyata Alkitab itu salah. Dan jangan-jangan kita ternyata mengharapkan bahwa Alkitab itu salah? Jika demikian, ini menjelaskan mengapa kita sangat malas membuka Alkitab kita. Bisa jadi Alkitab itu salah. Wah. Wah. Wah.

(Artikel ini dimuat juga di BUCKS GKY Pluit edisi Juni 2007 sebagai Editorial)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar