Selasa, 14 Juli 2009

Pernahkah Anda Berpikir Demikian?

This entry was published at http://chiawono.blog.friendster.com/ on March 8, 2008 with the title For Dennis: Pernahkah Anda Berpikir Demikian?

Dalam perjalanan hidup kita sebagai orang percaya, seringkali kita mendapati diri kita dibuat takjub dengan banyaknya pertanyaan-pertanyaan tentang iman kita yang muncul dari orang-orang di sekeliling kita. Takjub karena dalam keseharian kita dengan Tuhan, ini adalah tipe pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak akan kita tanyakan sendiri. Tulisan berikut ini dimaksudkan untuk menggambarkan dalam terang Firman Tuhan tentang apa yang menjadi landasan jawaban untuk satu pergumulan yang sangat menarik.

Pernahkah kita bertanya-tanya apa yang akan terjadi seandainya akhir dari kisah-kisah yang kita temui di Alkitab berbeda? Maksudnya begini, ketika kita melihat perjalanan iman seorang tokoh Alkitab, maka kita akan menemui Abraham akhirnya mendapatkan anak, Yusuf akhirnya menjadi raja muda di Mesir, Ayub akhirnya mendapatkan kembali apa yang diambil darinya, para hakim akhirnya menang atas musuh, Daniel dan kawan-kawan dibebaskan dari mulut singa dan api yang menyala-nyala, Simeon akhirnya melihat Tuhan, dan seterusnya. Apa yang terjadi SEANDAINYA akhir dari semua cerita tersebut berubah? Apa jadinya jika Abraham tidak mendapatkan anak dan Yusuf tidak pernah dijual ke Mesir? Apakah akan ada kitab Ayub jika seandainya dia mati dengan tangan kosong? Atau apakah kegagalan-kegagalan dengan mudah dicabut saja dari Alkitab pada saat Alkitab disusun sehingga hari ini kita tidak perlu membaca kisah-kisah gagal tersebut?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat menarik untuk dipikirkan. Tetapi sebelum lebih jauh kita melangkah, kita perlu mengerti bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid karena alasan berikut ini: Kita tidak mungkin menemukan jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut karena hal tersebut sudah terjadi. Berpikir seperti apa pun, apa yang sudah terjadi tidak mungkin diubah. Kita harus mengerti bahwa dengan mempertanyakan suatu kenyataan, kita melatih diri untuk menjadi lebih sensitif terhadap banyak kenyataan di depan kita dan bukan mengharapkan terdapatnya suatu kesalahan di dalamnya.

Pemikiran kita dalam menjawab hal ini perlu kita mulai dari bertanya, apakah ada kisah kegagalan dalam Alkitab. Jika ada maka kita perlu mengetahui kisah siapa dan jika tidak ada kita perlu mengetahui alasannya. Sebelum kita mencari tahu jawabannya, mari kita mulai dari satu asumsi, entah benar atau tidak, bahwa di dalam Alkitab, semua kisah yang tercatat adalah kisah yang sukses pada akhirnya. Pemikiran ini berdampak apapun yang dihadapi oleh seorang pengikut Tuhan baik atau buruk hal yang dia alami, maka Tuhan akan beserta dengan dia dan pada akhirnya dia akan mendapatkan satu penghargaan atas imannya. Jika demikian, apa yang mendasari hal ini? Kita dapat menemukan banyak ayat yang mendukung hal ini. Yaitu bahwa Tuhan memberikan janji penyertaan-Nya kepada semua anak-anak-Nya. Di Perjanjian Lama misalnya kita dapat menemukan Kejadian 50:20 hingga di Perjanjian Baru kita menemukan Roma 8:28. Masih terdapat ratusan bahkan ribuan janji Tuhan yang bisa kita temukan di dalam Alkitab, tapi marilah kita mengerti satu hal ini bahwa Tuhan menjanjikan suatu kehidupan yang lebih dari seorang pemenang (Roma 8:37) dan berkelimpahan (Yohanes 10:10b) dan berkecukupan (Filipi 4:19) dan penuh kuasa (Filipi 4:13) dan penuh penyertaan (Markus 16:17-18) dan lain-lain dimana memerlukan satu telaah yang menyeluruh terhadap Alkitab untuk menemukan semuanya. Dan Tuhan adalah Allah yang setia (Ulangan 7:9) yang akan menepati semua janji-Nya. Dan karenanya adalah satu hal yang sangat wajar jika lalu kita menemukan semua kisah perjuangan iman seorang Kristen berakhir dengan suatu kesuksesan.

Tapi kesuksesan yang bagaimana yang sekarang perlu kita kejar? Mari kita lihat bahwa ternyata di dalam Alkitab terdapat kisah-kisah penuh kegagalan. Walaupun tadi kita memulai dengan asumsi kisah yang ada di Alkitab adalah kisah sukses semata, tapi ternyata di dalam Alkitab terdapat kisah-kisah yang mungkin menurut kita adalah suatu kegagalan. Kita tidak akan lupa akhir hidup dari Salomo, raja terakhir dari Israel yang pertama. Tuhan berfirman kepada Salomo suatu janji penyertaan pada 1 Raja-Raja 9:3-9. Tetapi pada akhirnya Salomo gagal dan dicatatlah kegagalan besar ini dalam 1 Raja-Raja 11:6. Sangat menyedihkan melihat kehidupan penuh penyertaan dan berkat berakhir dengan kutukan yang mengoyakkan kerajaan Israel. Kita juga tidak lupa kepada Yunus yang sampai pada akhir kisahnya dalam kitab Yunus tidak mengerti rencana dan kehendak Allah. Dan ingat kepada Ham yang membantu ayahnya membuat bahtera dan akhirnya selamat dari air bah. Tetapi berakhir dikutuk oleh ayahnya sendiri dan menjadi bapa dari bangsa yang ”hina” sepanjang sejarah Israel. Dalam perjanjian baru, kita tahu Stefanus yang akhirnya mati martir, Yohanes Pembaptis yang dibunuh, hingga Para Rasul yang dipercaya banyak juga yang mati martir dalam perjalanan iman mereka. Apakah ini suatu pertanda tidak adanya penyertaan Tuhan dalam kehidupan mereka?

Kita akan lalu berargumen bahwa apa yang dikategorikan sukses oleh manusia dan sukses oleh Allah itu adalah dua hal yang berbeda. Dan di sinilah justru sebenarnya kunci dari jawaban pertanyaan kita di atas. Kita ingin apa yang Tuhan rencanakan di dalam kita berhasil (Efesus 2:10) dan hal ini terlepas dari apakah pada akhirnya kita menjadi raja muda di Mesir atau mati di penjara bawah tanah. Keduanya memiliki kebanggaan tersendiri. Inilah yang dikatakan Paulus sebagai kemuliaan yang berbeda antara matahari, bulan, dan bintang-bintang (1 Korintus 15:41).

Marilah kita melihat kehidupan seorang imam yang biasanya jauh dari lampu sorot kecuali sebagai pembuka dari kisah Samuel. Imam Eli menjabat imam di Silo dan kebetulan berada di sana ketika Hana berikrar menyerahkan Samuel kepada pekerjaan di tempat persinggahan Tabut Perjanjian tersebut. Imam Eli menjadi imam selama 40 tahun dan mati di kursi setelah mendengar kabar bahwa anak-anaknya (yang jahat) telah mati. Inilah kehidupan seorang imam yang gagal. Tapi diantara semua orang Kristen yang tumbuh sejak dari SekolahMinggu, mereka tidak tahu hal tersebut sama sekali. Apa yang mereka tahu adalah bahwa imam tua ini menerima Hana dan memberkatinya. Lalu mereka ingat bahwa kelak beberapa tahun kemudian dia memberi bimbingan rohani kepada Samuel kecil tentang bagaimana dia harus peka terhadap suara Tuhan. Dan kelak inilah peristiwa yang mengubah wajah Israel di masa depan. Iman seorang Imam Eli yang sangat jarang kita dengar dapat kita lihat dalam 1 Samuel 3:18. Dalam 3-4 pasal awal kitab 1 Samuel kita melihat kemenangan dan kekalahan seorang imam tua. Tapi kita mengerti bahwa di luar segala kegagalannya dia telah menghasilkan seorang Samuel yang membawa Israel memasuki era baru mereka. Marilah kita mengerti bahwa Allah bekerja dengan gambar rancangan yang sempurna. Yang mungkin tidak dapat dilihat oleh Eli ketika dia menyaksikan anak-anaknya yang jahat atau Abraham ketika berumur 99 atau Yusuf ketika dijual ke Mesir atau Yunus ketika terpaksa memberitakan Firman Tuhan. Tetapi Tuhan tidak kurang panjang tangannya untuk umat-Nya dan itulah yang perlu kita percayai di luar segala pertanyaan kita. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego memberikan teladan kepada kita tentang hal ini. Sebelum mereka dibebaskan dari api perapian yang menyala-nyala, bahkan sebelum mereka dimasukkan ke dalam api tersebut, mereka sudah mengatakannya dengan jelas, ”Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja (Nebukadnezar); tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”

Tuhan menyertai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar